Thursday, November 8, 2012

Management, Kepemimpinan, dan Pemberdayaan Karyawan


Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni melaksanakan dan mengatur."  Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.  Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.  Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Fungsi manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.  Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga yaitu:
1.    Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2.    Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
3.    Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.


Prinsip manajemen

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Prinsip manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari

1.    Pembagian kerja (Division of work)
2.    Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
3.    Disiplin (Discipline)
4.    Kesatuan perintah (Unity of command)
5.    Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
6.    Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
7.    Penggajian pegawai
8.    Pemusatan (Centralization)
9.    Hirarki (tingkatan)
10. Ketertiban (Order)
11. Keadilan dan kejujuran
12. Stabilitas kondisi karyawan
13. Prakarsa (Inisiative)
14. Semangat kesatuan, semangat korps

Manajer

Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi.

Tingkatan manajer

Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak).
Manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
Manajemen tingkat menengah (middle management) mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer, bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan permintaan pekerjaan.

Peran manajer

Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok yang pertama adalah peran antar pribadi, yaitu melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung. Yang kedua adalah peran informasional, meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. Yang ketiga adalah peran pengambilan keputusan, meliputi peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain

Keterampilan manajer

Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
1.    Keterampilan konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atauplanning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
2.    Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.
3.    Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1.    Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.
2.    Keterampilan membuat keputusan
Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.



Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

Ciri-Ciri Seorang Pemimpin

      Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atauciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, dayapersuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
      Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan Tanya). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata pemimipin (leader). Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata.

Kepemimpinan Karismatik

Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik.Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.
 Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan karyawan difokuskan ke karyawan, tingkat terbawah dalam setiap organisasi. Jika dalam organisasi tradisional, karyawan tidak diperhitungkan dalam pembagian kekuasaan (power distribution), dengan pemberdayaan karyawan, kekuasaan justru digali dari dalam diri karyawan
Pemberdayaan karyawan adalah pemberian wewenang kepada karyawan untuk merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari manajer di atasnya. Jika di dalam pendelegasian wewenang, kekuasaan diberikan oleh manajemen puncak kepada para manajer di bawahnya (bukan kepada karyawan), dalam pemberdayaan karyawan, kekuasaan digali dari dalam diri setiap karyawan melalui proses pemberdayaan karyawan (employee empowerment). Pemberian wewenang oleh manajemen kepada karyawan dilandasi oleh keberdayaan karyawan yang dihasilkan dari proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh manajemen terhadap karyawan.
Oleh karena pemberdayaan karyawan dilaksanakan dengan menggali potensi yang terdapat di dalam diri karyawan, maka pemberdayaan berarti pengembangan kekuasaan, bukan sekadar pendistribusian kekuasaan yang telah ada dan yang telah dimiliki oleh manajemen. Dengan kata lain, pemberdayaan karyawan memberikan keleluasaan kepada karyawan untuk melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Sedangkan pendelegasian wewenang memberikan  kekuasaan yang telah dimiliki oleh manajemen tingkat atas untuk didistribusikan ke manajemen di bawahnya.
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan pelepasan atau pembebasan, bukan pengendalian energi manusia sebagaimana yang dilaksanakan dalam pendelegasian wewenang.
Keyakinan Dasar yang Melandasi Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan karyawan hanya akan terwujud jika dilandasi oleh tiga keyakinan dasar berikut ini:
a.       Subsidarity. Prinsip subsidiarity mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab orang merupakan suatu kesalahan karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut tidak terampil.
b.      Karyawan pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan karyawan adalah keyakinan bahwa orang pada dasarnya baik. Pemberdayaan karyawan dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan pemberdayaan, manajer tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan, verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Manajer melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang memadai kepada karyawan, memberikan arah yang benar, dan membiarkan karyawan untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
Oleh karena konsep pemberdayaan dimulai dari keyakinan bahwa orang pada dasarnya ingin mengerjakan pekerjaan baik, manajer tidak perlu lagi menerapkan metode guna membujuk karyawan untuk mengerahkan usaha mereka. Manajer harus memastikan bahwa karyawan memiliki pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, dan manajer harus mendukung usaha karyawan dengan menghilangkan hambatan apa pun yang mencegah terwujudnya kinerja unggul.
c.       Trust-based relationship. Pemberdayaan karyawan menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen kepada karyawan. Dari pemberdayaan karyawan, hubungan yang tercipta antara manajemen dengan karyawan adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada karyawan, atau sebaliknya kepercayaan yang dibangun oleh karyawan melalui kinerjanya.

        Dalam pendelegasian wewenang, manajer tingkat atas memiliki wewenang karena posisinya (position-based power) dan kemudian mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada manajer yang lebih rendah posisinya. Manajer yang lebih rendah ini juga menerima wewenang karena posisinya, sehingga dia pun memperoleh position-based power. Sedangkan di dalam pemberdayaan karyawan, karyawan memperoleh wewenang bukan berdasarkan posisinya, namun karena kinerjanya (performance-based power). Tanpa kinerja, karyawan tidak akan mampu menumbuhkan kepercayaan dalam diri manajemen, sehingga trust-based relationship tidak akan dapat terwujud.


sumper : wikipedia

No comments:

Post a Comment